Monday, June 22, 2009

Menolak Cinta Arjuna

Ya, aku memang putri dari padepokan kecil tak dikenal, padepokan dimana jalan menuju kesana harus melewati gunung-gunung, sungai-sungai dan lembah-lembah, bahkan mungkin lokasi padepokan itu tak tergambar di peta, Tak banyak orang yang tau, tapi percayalah ceritaku ini benar adanya, bahwa Arjuna putra Pandu, salah satu dari pandawa itu pernah datang ke sini untuk berguru dengan ayahku, dan juga pernah merayuku.

Tapi aku MENOLAK. Ya, kalian memang tidak salah mendengarnya. Aku memang benar-benar menolak cinta Arjuna. Cinta ksatria anak Raja yang sakti mandraguna dan memiliki wajah yang menyilaukan perempuan manapun yang memandangnya. Tapi aku benar-benar telah menolaknya ketika dia mencoba merayuku. Dia membujukku untuk menikah dengannya dan menjaadi istrinya yang entah keberapa. Untung akal sehatku masih dizinkan berputar oleh sang Hyang Dewata. Untung mataku tidak silau melihat ketampanannya. Untung hatiku tidak bergetar melihat kesaktiannya. Beribu untung aku tidak jatuh hati pada pangeran tampan itu.

Masih teringat olehku kala rama memanggilku, menyampaikan maksud Arjuna untuk melamarku.
“Nduk, sang Raden Arjuna putra Pandhu, adik Yudhistira Raja Amarta ingin melamarmu, piye Nduk? Apa yang harus Romo katakana pada beliau”
“ Beliau pangeran romo…apalah saya ini…”
“Romo sudah sampaikan begitu nduk, namun beliau tidak peduli…”
Aku menatap wajah romo, mencoba mencari jawaban,
“Apakah romo pengin punya menantu seorang pangeran?”
Romo menggeleng, sambil tersenyum bijak,
“Tidak ada hubungannya dengan romo nduk, menikah dengan siapa saja, kamu yang nanti menjalaninya, bahagia atau tidak kamu nanti yang merasakannya. Romo tetap di padepokan ini, tidak kemana-kemana…”
Aku mengangguk-ngangguk, “Biarlah saya pikirkan dulu semalaman Romo, besok pagi-pagi hendaknya biat raden kanjeng Arjuna saja yang langsung menanyakan pada saya keputusannya, setidaknya cara demikian akan lebih ksatria”.
Romo tersenyum menatapku, “benar nduk, pikirkanlah matang-matang agar tidak salah melangkah”.
Semalaman itu aku tidak tidur, memikirkan jawaban apa yang harus kuputuskan. Wajah tampan Arjuna seperti tergambar di setiap sudut otakku, santun ucapannya, anggun gerak geriknya, kebaikannya, kesaktiannya. Duh Gusti! Apa yang harus hamba putuskan???

Sang Arjuna benar-benar menemuiku. Dibelakang padepokan, di pondok kecil yang sering dipakai romo untuk beristirahat melepas lelah, terkadang pondok ini juga dipakai Romo untuk berdiam diri, menenangkan pikirannya. Dan disitu pula aku berdiam diri untuk memutuskan jawaban atas lamaran Arjuna. Dan Arjuna menemuiku.
“Ah Nimas.. bukan maksud kakanda untuk tidak bersikap ksatria dengan melamarmu melalui Romo, aku hanya meminta izin kepada Romo, untuk memboyongmu ke istana”
Aku duduk bersimpuh, sedang Arjuna berdiri di hadapanku. Dia meraih tanganku membimbingku berdiri, namun aku tetap menunduk, tak berani memandang wajahnya yang menyilaukan itu.
“Maafkan hamba raden Arjuna, bukan maksud hamba pula mengatakan sikap raden tidak Ksatria, tidak, tidak, tidak pernah terpikiri seperti itu”
Terperanjat oleh suaraku sendiri yang terdengar begitu tenang, aku agak sedikit lega.
“Saya tau Nimas..., lantas kapan Nimas besedia untuk diboyong ke Istana?”
Aku tersentak, keheranan dengan pertanyaannya, tak sadar kuangkat kepala ku sedikit menatap wajahnya. Ah! Ternyata tidak terlalu menyilaukan seperti yang dibilang orang-orang dan yang terpenting hatiku sama sekali tidak tergetar. Cerita orang-orang kadang-kadang tidak selalu benar.
“Tapi… Raden belum menanyakan keputusan saya atas lamaran itu?”
“Maksud Nimas?”
Duh! Bagaimana ini? Mengapa dia sangat yakin aku mau menjadi istrinya?
“Saya tidak mau diboyong kemanapun Raden”
Arjuna terperangah, Namun kelihatan sekali dia tetap menjaga wibawanya.
“Saya belum mengerti maksud Nimas”, katanya agak terbata
“Saya tidak berkenan menjadi istri paduka” kataku mantap, “Jadi saya tidak akan kemana-mana raden, saya tetap disini menemmani Romo”.
Sang Arjuna benar-benar kaget sekarang, tangannya bergetar, mulutnya terbuka akan mengeluarkan kata-kata, namun seperti tertahan dikerongkongannya.
“Maafkan saya raden… tapi..”
“Aku Arjuna Nimas, Aku raja negri …., Aku Kstria dengan Ilmu tanpa tanding, bagaimana mungkin kamu menolak lamaranku?”
Duh! Gusti..apa yang telah kuperbuat??? Sehingga orang sehebat ini bisa jatuh cinta dengan gadis desa seperti hamba, apa yang harus kulakukan bahkan secuilpun hatiku tak bergetar.
“Benar-benar saya minta maaf raden... tapi benar-benar saya tidak dapat menerima lamaran ini, apalah saya ini raden..masih banyak diluar sana putri-putri kerajaan yang jauh lebih segala-galanya daripada hamba…”
Arjuna terdiam, matanya menyiratkan kemarahan, kecawa dan rasa tidak percaya.
“Adakah yang lebih tampan dariku yang akan menjadi suamimu?”, tanyanya terdengar angkuh,
Aku menggeleng pelan namun yakin, aku juga mulai berani memandang matanya, “Tidak mungkin ada pria yang lebih tampan dari paduka, bagaimana bisa sedangkan ketampanan paduka adalah separuh dari seluruh ketampanan pria di bumi ini disatukan”
“Apakah kesaktianku tidak cukup memukaumu nimas? Apakah kekuatanku tidak cukup bagimu?”
“Tidak raden, mana berani saya meragukan kesaktian raden yang termahsyur itu”, Aku terdiam mulai tersadar dengan keangkuhan putra ketiga Pandu ini.
“Lantas apa yang menjadi alasan bagimu untuk menolakku?”
Tampak sekali dia benar-benar terpukul, mukanya memerah, dahinya berkerut-kerut, matanya memincing menyelidikku.
“Hati saya raden, hati saya mengatakan paduka bukanlah jodoh saya”, jawabku sedemikian tenangnya.
Tanpa berkata-kata lagi Arjuna memandangku, kemudian berbalik badan dan segera pergi dari padepokan ayahnda saat itu juga bahkan tak sempat dia memohon pamit pada romo. Duh! Sedemikian sakitnya kah ditolak cinta.

Duhai Sang Arjuna, tak ingatkah dia telah memiliki berpuluh-puluh atau mungkin beratus-ratus istri tak ada yang tahu, berapa banyak dia telah menyinggahi pondokan dan padepokan untuk belajar ilmu, sekian banyak pula wanita yang telah dinikahinya dan kemudian dihancurkan hatinya, ditinggalkan begitu saja. Mungkin aku satu-satunya wanita yang berani dan sanggup menolak cintanya. ….(still on progress)